Etika Bisnis - Etika Dalam Organisasi, Pembentukan Nilai Etika, dll

A. ETIKA DALAM ORGANISASI
Saat kita menjalani hidup sehari-hari,kita diarahkan oleh banyak pengaruh.Sebagai warga masyarakat yang berkesadaran social,kita ingin melakukan apa yang benar secara moral, etis dan menurut hukum. Kata ethics berakar dari Bahasa yunani ethos,yang berarti karakter.Etika adalah satu set kepercayaan, standard, atau pemikiran yang mengisi suatu individu, kelompok atau masyarakat. Semua individu termasuk manejer harus bertanggungjawab pada masyarakat atas perilaku mereka. Untuk itu, perilaku yang etis dapat, didefinisikan sebagai perilaku yang baik dan dapat diterima oleh masyarakat. Etika individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pengaruh keluarga, faktor situasi, nilai moral dan agama pengalaman, dan pengaruh dari teman. Definisi yang lebih luas lagi,etika berkaitan dengan hubungan organisasi.Perhatian terhadap etika dalam organisasi dapat dibagi tiga:
1. Hubungan organisasi degan karyawan,antara lain organisasi harus menyediakan system kompensasi yang adil dan layak berdasarkan peraturan yang berlaku,organisasi menyediakan kondisi kerja yang baik,adanya kesempatan karyawan untuk dipromosikan,dan lain-lain.
2. Hubungan karyawan dengan organisasi,antara lain bahwa karyawan harus berprilaku jujur dan loyal terhadap organisasi dalam arti menjaga rahasia organisasi.
3. Hubungan organisasi dengan pihak luar,berkaitan dengan bagaimana berperilaku yang etis terhadap konsumen,pesaing,pemerintah,pemegang saham,masyarakat,dan lain-lain.
Terdapat beberapa sumber potensial yang dapat menimbulkan dilemma dalam masalah etika bagi seorang manager,antara lain:
1. Diskriminasi,dimana manajer menolak promosi seseorang atau lamaran kerja calon karyawan dikarenakan ras,agama,jenis kelamin,umur,dan kriteria-kriteria lain yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.
2. Pelcehan seksual
3. Konflik kepentingan,misalnya jika manajer meminta suatu imbalan untuk pengambilan keputusan yang dapat menguntungkan si pemberi imbalan.
4. Menyalahgunakan kepercayaan konsumen,misalnya manajer memiliki informasi tertentu tentang konsumen dan membaginya dengan orang lain.
5. Manajer menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi.

B. PEMBENTUKAN NILAI ETIKA
Nilai Personal sebagai standar etika

Nilai dan norma termasuk jarang sekali dibahas dalam manajemen,khususnya perwujudan nilai dan norma ini melalui personal atau orang orang yang duduk dalam manajemen. Kenyataan ini cukup memprihatinkan, karena nilai dan norma dalam personal atau orang orang memainkan peranan penting dalam hal pengambilan keputusan dan etika manajemen. Hal ini memunculkan perlunya pengkajian diseputar nilai personal atau personal values sebagai standar etika.

Nilai (Values) sendiri pada dasarnya merupakan pandangan ideal yang mempengaruhi cara pandang,cara berpikir dam pero;aki daro seseorang milao personal atau personal values pada dasar nya merupakan cara pandang ,cara pikir,dan keyakinan yang dipegang oleh seseorang sehubungan dengan segalakegiatan yang dilakukan nya.

Nilai Terminal dan Nilai Instrumental
Terdapat dua nilai personal atau personal values yang dibuat oleh seseorang sebagaimana dikemukakan oleh Keitner(1992),yaitu nilai teminal(terminal value) dan nilai instrumental (instreumental values) . Nilai terminal Nilai terminal pada dasarnya merupakan pandangan dan cara berfikir seseorang yang terwujud melalui perilakunya, yang didorong oleh motif dirinya dalam meraih sesuatu. Nilai instrumental adalah pandangan dan cara berfikir seseorang yang berlaku untuk segala hal keadaan dan diterima oleh semua pihak sebagai sesuatu yangmemang harus di perhatikan dan dijalankan.

Pandangan Empiris Mengenai Nilai Personal Berdasarkan hasil survey yang dilakukan terhadap 220 manajer,sebagaimana di kutip oleh kreitner (1992), terdapat berbagaipandangan mengenai nilai personal yang senantiasa dimiliki oleh seseorang dalam melakukan kegiatannya. Diantaranya sebagai berikut :


a. Kejujuran
b. Tanggung jawab
c. Kapabilitas
d. Ambisi
e. Independensi.


Adapun untuk Nilai Instrumental, responden beranggapan bahwa nilai nilai yang biasanya mendominasi para pekerja adalah
a. Penghargaan terhadap pribadi
b. Keamanan dan kesejahteraan keluarga pekerja
c. Kebebasan dan kemerdekan
d. Dorongan untuk meraih sesuatu
e. Kebahagian.


Manfaat dari pengetahuan ini adalah manajemen dapatmerencanakan dengan lebih baik bagaimana organisasi semestinya dikelola dan dijalankan


KONFLIK NILAI 
Manfaat dari pengetahuan kita terhadap nilai-nilai yang dianut oleh anggota adalah bahwa kita akan dapat mengetahui nilai-nilai mana dapat berjalan secara seiringan dan saling mendukung, atau sebaliknya nilai-nilai mana yang akan saling berbenturan ssatu sama lainnya. Ada 3 jenis Konflik nilai yang terdapat dalam perusahaan yaitu :
1. KONFLIK INTRAPERSONAL 
Pada dasarnya terjadi umumnya didalam individu dan antarindividu. Contohnya; mereka yang bekerja karena ambisi dalam dirinyauntuk meraih sesuatu di tempat pekerjaannya, dan akanberbenturan dengan nilai kekeluargaan, misalnya; keluargamenuntu sang pekerja untuk lebih banyak meluangkan waktubersama keluarganya.
2. KONFLIK INDIVIDU-ORGANISASI
Pada dasarnya merupakan konflik yang terjadi pada saat nilai yang dianut oleh individu berbenturan dengan nilai yang harusd itanamkan oleh perusahaan Indiividu yang cenderung menginginkan kebebasan akan berbenturan dengan nilai yang dianut organisasi yang menuntutnyau ntuk patuh berdasarkan aturan main yang mungkin dirasakan sebagai sesuatu yang formal dan mengikat.
3. KONFLIK ANTARBUDAYA 
Pada dasarnya merupakan konflik antar individu maupun antaraindiividu dengan organisasi/kelompok yang disebabkan oleh adanyaperbedaan budaya di antara individu yang bersangkutan atau jugaorganisasi/kelompok yang bersangkutan. Contoh; seorang manajer Amerika yang memiliki nilaiIndependensi, kebebasan, dan penghargaan pada pribadi, acapkalidianggap sebagai seorang yang individualisme , egoisme , dan tidaksensitive oleh kebanyakan orang Asia atau Eropa, pada saatumumnya memiliki nilai kebersamaan, tolong menolong dan control individu.

Pada intinya manajer perlu memahami benar kondisi para pekerjanya dan berbagai kemungkinan konflik yang muncul dalam perusahaan yabg dapat disebabkan adanya perbedaan nilai yang dianut oleh setiap orang.

C. ARGUMEN PRO DAN KONTRA TERHADAP TANGGUNG JAWAB SOSIALAlasan mengenai mengapa perusahaan perlu memiliki tanggung jawab sosial yang sebagaimana telah diterangkan dimuka, telah cukup jelas dikemukakan. Walaupun begitu, dikalangan masyarakat dan praktisi bisnis sendiri masih terdapat pro dan kontra apakah sebuah perusahaan perlu memiliki tanggung jawab sosial pada masyarakatnya. Mereka yang pro bahwa perusahaan perlu memiliki tanggung jawab sosial menyakini bahwa sebagai bagian dari anggota masyarakat sudah semestinya perusahaan perlu memiliki tanggung jawab sosial. Namun, bagi mereka yang kontra berpandangan bahwa sampai sebatas mana tanggung jawab sosioal tersebut.


Pandangan Kelompok Yang Pro Terhadap Tanggung Jawab Sosial dari Organisasi Bisnis 
1. Kegiatan bisnis sering kali menimbulkan masalah, oleh karena itu sudah semestinya perusahaan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya


2. Perusahaan adalah bagian dari lingkungan sosial masyarakat, oleh karena itu sudah semestinya ikut berpatisipasi dan bertanggung jawab atas apa yang terjadi di masyarakat

3. Perusahaan biasanya memiliki sumber daya untuk menyelesaikan masalah lingkungan sosial masyarakat

4. Perusahaan adalah partner dari lingkungan sosial kemasyarakatan, sebagaimana halnya juga pemerintah dan masyarakat lain pada umumnya

Pandangan Kelompok Yang Kontra Terhadap Tanggung Jawab Sosial dari Organisasi Bisnis
1. Perusahaan tidak memiliki ahli yang mengkhususkan dalam bidang sosial dan kemasyarakatan, oleh karena itu sulit bagi perusahaan bertanggung jawab

2. Perusahaan yang ikut berpatisipasi dan bertanggungg jawab dalam lingkungan sosial masyarakat justru akan memiliki kekuatan untuk mengontrol masyarakat dan itu indikasi yang kurang baik secara sosial

3. Akan banyak terdapat konflik kepentingan masyarakat jika perusahaan terlibat dalam aktivitas sosial

4. Tujuan perusahaan bukan untuk motif sosial, akan tetapi untuk memperoleh profit dan mencapai tujuan yang diharapkan oleh para pemilik perusahaan

Sumber : Fundamental of Management, Ricky W. Griffin, Houghton Mifflin Company, 2000, h. 41.


Mereka yang berpandangan bahwa perusahaan perlu memiliki tanggung jawab sosial menganggap bahwa banyak persoalan di masyarakat muncul sebagai akibat dari kegiatan perusahaan yang dijalankan. Oleh karena masalah tersebut merupakan akibat dari kegiatan yang dijalankan oleh perusahaan, maka perusahaan perlu untuk memikul tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sebagai contoh, limbah industri merupakan akibat dari adanya industri, maka sudah semestinya industri tersebut menyelesaikan pula persoalan limbah tersebut agar tidak merugikan masyarakat. Disisi lain, mereka yang pro terhadap tanggung jawab sosial yang harus dipikul perusahaan menganggap bahwa perusahaan menganggap bahwa perusahaan juga merupakan bagian dari masyarakat.


Disisi lain mereka yang kontra terhadap tanggung jawab sosial yang harus dipikul oleh perusahaan beranggapan bahwa perusahaan tidak perlu terlibat dalam tanggung jawab sosial karena pada dasarnya perusahaan tidak memiliki ahli – ahli khusus untuk menanangi tanggung jawab sosial ini dalam perusahaan. Selain itu mereka beranggapan bahwa keterlibatan perusahaan yang terlalu jauh dalam tanggung jawab sosial justru akan memberikan kekuatan lebih besar bagi perusahaan untuk dapat mengontrol masyarakat, padahal yang bertugas untuk mengontrol masyarakat adalah pemerintah. Mereka juga beranggapan bahwa pada dasarnya tujuan dari perusahaan adalah untuk meraih profit dan bukan untuk membantu masyarakat mewujudkan sebagaimana halnya dilakukan oleh berbagai lembaga sosial, seperti yayasan, lembaga swadya, dan sebagaimananya.


Terlepas dari pro dan kontra apakah sebuah perusahaan perlu memberikan sebuah tanggung jawab sosial kepada masyarakat ataukah tidak, penulis cenderung untuk menyetujui bahwa perusahaan perlu memberikan tanggung jawab sosial sebagai kosenkuensi logis keberadaannya dalam lingkungan dan masyarakat. Hanya saja tanggung jawab sosial yang harus dipikul perusahaan ini semestinya diatur lebih baik oleh pemerintah sehingga porsinya tidak terlalu menjadi kekuata dominan dimasyarakat, namun bersama – sama dengan pemrintah dan masyarakat mewujudkan lingkingan kearah lebih baik.


Salah satu contoh tanggung jawab sosial yang telah dipikul oleh perusahaan adalah sebagimana yang telah dilakukan oleh PT ISM Bogasari yang bergerak dalam bisnis tepung. Salah satu bentuk tanggung jawab sosial Bogasari adalah dengan memberikan pelatihan dan pembinaan kepada para petani gandum bagaimana agar dapat bertani dengan baik dan mengelola dengan baik. Disisi lain, perusahaan ini juga telah meberikan bantuan berupa fasilitas sosial kepada masyarakat sosial untuk dapat memanfaatkannya, seperti fasilitas kesehatan, tempat beribadah, dan lain – lain. Setiap tahun juga perusahaan terlibat dalam kegiatan serminonial mendukung minat dan bakat masyarakat seperti terlibat dalam pertandingan – pertandingan olahraga dan lain sebagainya. PT Coca Cola Amatil Indonsia misalnya, meyediakan mobil ambulans yang dapat digunakan baik oleh pegawainya maupun oleh masyarakat sekitar.

D. PENDEKATAN TERHADAP TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Tanggung jawab sosial dapat diartikan sebagai wujud pelaksanaan etika dalam organisasi.Masyarkat bisnis memandang tanggung jawab sosial terdiri dari dua sisi yang berbeda.Pandangan yang pertama melihat bahwa organisasi harus melaksanakan tanggung jawab sosial karena organisasi merupakan bagian dari masyarakat,sehingga punya kewajiban untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat. Pandangan pertama ini dapat disebut pandangan sosial ekonomi.Selain itu,dengan dilaksanakannya tanggung jawab sosial diharapkan dapat meningkatkan image bisnis tersebut di mata masyarkat.Sedangkan pandangan yang kedua berpendapat bahwa organisasi bisnis tidak perlu menjalankan tanggung jawab sosial karena akan timbul konflik antara tujuan ekonomi dengan tujuan sosial,karena pandangan kedua ini hanya menekankan pada laba yang diperoleh organisasi.Pandangan kedua ini disebut pandangan klasik.

Ada 4 strategi dari pelaksanaan tanggung jawab sosial oleh organisasi,yaitu:
1. Obstructionist strategy, dimana organisasi berusaha menghindari menghindari atau meminimalkan keterlibatan dalam tanggung jawab sosial dan memprioritaskan kepentingan ekonomi.
2. Defensive strategy, dimana organisasi melakukan tanggung jawab sosial sebatas yang diisyaratkan dalam peraturan atau undang-undang yang berlaku agar mereka dapat mempertahankan organisasi.
3. Accomodative strategy, dimana organisasi melakukan tanggung jawab sosial sebatas etika minimum yang dapat diterima oleh masyarakat,dan memenuhi tujuan ekonomi,hukum,dan kriteria etika.
4. Proactive strategy, dimana organisasi memenuhi semua ketentuan dalam pelaksanaan tanggung jawab sebagai tindakan proaktif agar tidak akan terjadi dampak sosial yang buruk terhadap organisasi.

E. MANAJEMEN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) dapat didefinisikan sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan eksternal perusahaan melalui berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka penjagaan lingkungan, norma masyarakat, partisipasi pembangunan, serta berbagai bentuk tanggung jawab sosial lainnya.

Selain definisi diatas masih ada definisi lain mengenai CSR yakni Komitmen perusahaan dalam pengembangan ekonomi yang berkesinambungan dalam kaitannya dengan karyawan beserta keluarganya, masyarakat sekitar dan masyarakat luas pada umumnya, dengan tujuan peningkatan kualitas hidup mereka (WBCSD, 2002). Sedangkan menurut Commission of The European Communities 2001, mendefinisikan CSR sebagai aktifitas yang berhubungan dengan kebijakan kebijakan perusahaan untuk mengintegrasikan penekanan pada bidang sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan interaksi dengan stakeholder.

Menurut Carrol tanggung jawab sosial, dari sudut pandang strategisnya bahwa suatu perusahaan bisnis perlu mempertimbangkan tanggung jawab sosialnya bagi masyarakat dimana bisnis menjadi bagiannya. Ketika bisnis mulai mengabaikan tanggung jawabnya, masyarakat cenderung menanggapi melalui pemerintah untuk membatasi otonomi bisnis.


Carroll menyatakan bahwa manajer organisasi bisnis memiliki empat tanggung jawab yakni :
1. Tanggung jawab ekonomi yakni memproduksi barang dan jasa yang bernilai bagi masyarakat.
2. Tanggung jawab hukum yakni perusahaan diharapkan mentaati hukum yang ditentukan oleh pemerintah
3. Tanggung jawab etika yakni perusahaan diharapkan dapat mengikuti keyakinan umum mengenai bagaimana orang harus bertindak dalam suatu masyarakat.
4. Tanggung jawab kebebasan memilih yakni tanggung jawab yang diasumsikan bersifat sukarela.
Dari keempat tanggung jawab tersebut, tanggung jawab ekonomi dan hukum dinilai sebagai tanggung jawab dasar yang harus dimiliki perusahaan. Setelah tanggung jawab dasar terpenuhi maka perusahaan dapat memenuhi tanggung jawab sosialnya yakni dalam hal etika dan kebebasan memilih.

Terdapat dua pandangan tentang kepada siapa organisasi bertanggung jawab sosial, yaitu sebagai berikut :
1. Model Pemegang saham (Shareholder)
Pandangan tentang tanggung jawab social yang menyebutkan bahwa sasaran organisasi yang utama adalah memaksimalkan keuntungan bagi manfaat para pemegang saham. Lebih spesifik lagi, apabila keuntungan meningkat, maka nilai saham perusahaan yang dimiliki oleh pemegang saham akan meningkat juga.
2. Model Pihak yang berkepentingan (Stakeholder)
Teori tentang tanggung jawab social perusahaan yang mengatakan bahwa tanggung jawab manajemen yang terpenting, kelangsungan hidup jangka panjang (bukan hanya memaksimalkan laba), dicapai dengan memuaskan keinginan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan (bukan hanya pemegang saham).

Alasan Perusahaan Menerapkan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
Ada beberapa alasan mengapa sebuah perusahaan memutuskan untuk menerapkan CSR sebagai bagian dari aktifitas bisnisnya, yakni :
1. Moralitas : Perusahaan harus bertanggung jawab kepada banyak pihak yang berkepentingan terutama terkait dengan nilai-nilai moral dan keagamaan yang dianggap baik oleh masyarakat. Hal tersebut bersifat tanpa mengharapkan balas jasa.
2. Pemurnian Kepentingan Sendiri : Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap pihak-pihak yang berkepentingan karena pertimbangan kompensasi. Perusahaan berharap akan dihargai karena tindakan tanggung jawab mereka baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
3. Teori Investasi : Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap stakeholder karena tindakan yang dilakukan akan mencerminkan kinerja keuangan perusahaan.
4. Mempertahankan otonomi : Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap stakeholder untuk menghindari campur tangan kelompok-kelompok yang ada didalam lingkungan kerja dalam pengambilan keputusan manajemen.

F. GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Pengertian Good Corporate Governance
Secara bahasa, Good Corporate Governance berasal dari bahasa Inggris, yaitu good yang berarti baik, corporate berarti perusahaan dan governance artinya pengaturan. Secara umum, istilah good corporate governance diartikan dalam bahasa Indonesia dengan tata kelola perusahaan yang baik.
Secara Istilah, definisi GCG menurut Syakhroza adalah suatu mekanisme tata kelola organisasi secara baik dalam melakukan pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif,ekonomis ataupun produktif dengan prinsip-prinsip keterbukaan, akuntabilitas,pertanggungjawaban, independen, dan adil dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Good Corporate Governance di Indonesia mulai ramai dikenal pada tahun 1997, saat krisis ekonomi menerpa Indonesia. Sulit dipungkiri, selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good Corporate Governance (GCG) kian populer. Tak hanya populer, istilah tersebut juga ditempatkan di posisi terhormat. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global. Kedua, krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan penerapan GCG.

Perlu dipahami bahwa untuk memenangkan persaingan global antar negara yang makin kompetitif hanya dapat dilalui melalui kemenangan korporat/perusahaan/organisasi dinegara tersebut terhadap korporat negara lain. Jadi kunci kemenangan adalah memenangkan persaingan antarkorporat. Jadi menang atau kalah, kuat atau terpuruknya, pulih atau tetap terpuruknya perekonomian suatu negara tergantung pada kualitas korporat di negara masing-masing. Khusus Indonesia, tahun 1998, indeks corporate governance dengan skors 2,88 jauh dibawah Singapura (8,93), Malaysia (7,72), Thailand (4,89).

Good Corporate Governance (GCG) secara teori merupakan sebuah konsep/paham yang akhirnya dapat membuat sebuah sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan/organisasi dalam menciptakan value added (nilai tambah) untuk semua stakeholders. Good Corporate Governance (GCG) sudah pasti dapat memastikan manajemen berjalan dengan baik, tetapi manajemen tidak boleh cukup puas hanya dengan memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan secara efisien.

Prinsip-prinsip GCG
Ada Dua hal yang perlu ditekankan dalam pelaksanaan konsep GCG yang pertama pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan yang kedua yaitu kewajiban perusahaan/organisasi untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi yang berkaitan dengan kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholders.

Dari penjelasan diatas terlihat bahwa budaya organisasi memainkan peranan yang penting didalam kesuksesan penerapan GCG di perusahaan/organisasi .

Karena itu sangat penting bagi perusahaan/organisasi untuk menciptakan/mengkondisikan suatu keadaan yang memastikan bahwa konsep GCG dijalankan dalam keseharian. Kepastian itu dapat dibentuk melalui penerapan GCG dalam bentuk peraturan perusahaan/organisasi. Bank Indonesia menerangkan bahwa GCG adalah suatu tata kelola bank yang menerapkan lima prinsip sebagai berikut :
1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam pelaksanaan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam pengungkapan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan/organisasi.
2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan/organisasi sehingga pengelolaan perusahaan dapat berjalan secara efisien dan efektif.
3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) didalam pengelolaan perusahaan/organisasi terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan/organisasi dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen/lainnya yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara didalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Jadi esensi dari 5 prinsip diatas adalah : peningkatan kinerja perusahaan/organisasi melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku.

TAHAP-TAHAP PENERAPAN GCG
Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan GCG menggunakan pentahapan berikut (Chinn, 2000)
1. Tahap persiapan
• Awareness building; membangun kesadaran akan pentingnya GCG dan membangun komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan memakai tenaga ahli independen dari luar melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok.
• GCG Assessment; mengukur/memetakan kesiapan perusahaan saat ini dalam penerapan GCG. Langkah ini penting untuk menentukan infrastuktur dan struktur perusahaan/organisasi yang dibutuhkan untuk keseuksesan penerapan GCG.
• GCG manual building; Penyusunan manual dapat dibantu oleh tenaga ahli independen dari luar perusahaan/organisasi. Manual dapat dibedakan menjadi manual untuk organ-organ perusahaan dan manual untuk keseluruhan anggota perusahaan/organisasi. Secara umum harus mencakup : Kebijakan GCG perusahaan/organisasi, Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaan/organisasi, Pedoman perilaku, Audit commitee charter, Kebijakan disclosure dan transparansi, Kebijakan dan kerangka manajemen risiko, Roadmap implementasi

2. Tahap implementasi
Setelah perusahaan memiliki GCG manual, langkah selanjutnya adalah memulai implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:
• Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai pedoman penerapan GCG. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu, langsung berada di bawah pengawasan direktur utama atau salah satu direktur yang ditunjuk sebagai GCG champion di perusahaan.
• Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG yang ada, berdasar roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down approach yang melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi hendaknya mencakup pula upaya manajemen perubahan (change management) guna mengawal proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi GCG.
• Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup upayaupaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses bisnis perusahaan kerja, dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan GCG bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi benarbenar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.

3. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektifitas GCG yang telah dilakukan. Tahap ini bisa dibantu oleh pihak independen untuk melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik GCG yang telah dilaksanakan. Banyak perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit dan scoring tersebut. Evaluasi dalam bentuk assessment, audit atau scoring juga dapat dilakukan secara mandatory seperti yang diterapkan dalam lingkungan BUMN. Evaluasi ini membantu perusahaan/organisasi dalam memetakan kembali kondisi, situasi, dan pencapaian perusahaan/organisasi dalam implementasi GCG dalam rangka upaya perbaikan di masa depan, termasuk upaya-upaya perbaikan berdasarkan rekomendasi dari tim penilai/scoring pelaksanaan GCG seperti point diatas.

DAFTAR PUSTAKA
Ernie Tisnawati Sule, K. S. (2005). Pengantar Manajemen. Depok.
SP, S. W. (2007). Pengantar Manajemen. Yogyakarta.
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008
Chinn, Richard, Corporate Governance Handbook, Gee Publishing Ltd. London, 2000

Belum ada Komentar untuk "Etika Bisnis - Etika Dalam Organisasi, Pembentukan Nilai Etika, dll"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel