MAKALAH TEORI ASIMETRI INFORMASI
Minggu, 25 Agustus 2019
Tambah Komentar
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke
hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat
kami selesaikan sesuai yang diharapkan.Dalam makalah ini kami membahas “TEORI
ASIMETRI INFORMASI”.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam
pemahaman yang sangat diperlukan dalam suatu harapan informasi “TEORI ASIMETRI
INFORMASI”
Dalam proses pendalaman materi ini,
tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa
terima kasih yang dalam-dalamnya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................
1
1.1. Latar Belakang............................................................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................
2
1.3. Tujuan.........................................................................................................................
2
1.4. Manfaat.......................................................................................................................
2
BAB II TEORI ASIMETRI INFORMASI......................................................................
3
2.1. Pengertian Teori Asimetri Informasi...........................................................................
3
2.2. Teori Asimetri Informasi.............................................................................................
5
2.3. Biaya Informasi......................................................................................................... 11
2.4. Signalling................................................................................................................... 12
2.5. Jenis Asimetri Informasi............................................................................................
17
2.6. Studi
Kasus ; Asimetri Informasi Dan Manajemen Laba:
Suatu Tinjauan Dalam Hubungan Keagenan............................................................. 18
Suatu Tinjauan Dalam Hubungan Keagenan............................................................. 18
2.7. Studi
Kasus : Asimetri informasi dalam perbankan syariah....................................... 22
BAB III PENUTUP.........................................................................................................
24
3.1. Kesimpulan................................................................................................................
24
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perlahan
tapi pasti pasar modal Indonesia mengalami kebangkitan dari krisis moneter
beberapa tahun lalu. Saat ini banyak investor yang kembali mempercayai potensi
pasar modal Indonesia dan tertarik untuk menanamkan modalnya. Namun adanya
praktik manajamen laba pada laporan keuangan emiten dapat menurunkan kembali
kepercayaan investor.
Dalam
pengolahan aktivitas perusahaan, seringkali tindakan para manajer memaksimalkan
kemakmuran investor sebagai pemilik perusahaan, melainkan justru termotivasi
untuk meningkatkan kesejahteraannya sendiri. Hal ini muncul akibat adanya
perbedaan kepentingan antara investor dengan para manajer yang lebih banyak
mengetahui tentang informasi internal perusahaan. Konflik ini terjadi karena
adanya pemisahan antara fungsi kepemilikan dan fungsi manajamen perusahaan,
yang dalam teori keuangan disebut konflik keagenan.
Laporan
keuangan sebagai sarana untuk mengurangi asimetri informasi antara pihak
manajamen dan pemilik perusahaan ternyata memiliki kelemahan. Isi dari laporan
keuangan mengandung banyak penilaian serta pilihan metode perhitungan yang
dapat digunakan pihak manajamen untuk memodifikasi laporan keuangan perusahaan.
Berdasarkan
uraian di atas penulis tertarik untuk membuat makalah dengan judul “TEORI
ASIMETRI INFORMASI”.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa pengertian teori asimetri informasi?
1.2.2. Bagaimana deskripsi mengenai teori
asimetri informasi?
1.2.3. Bagaimana deskripsi mengenai biaya
informasi terhadap asimetri
informasi?
1.2.4. Bagaimana pengaruh signalling terhadap
asimetri informasi
1.2.5. Bagaimana jenis-jenis teori asimetri
yang ada?
1.2.6. Bagaimana studi kasus mengenai asimetri
informasi?
1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian asimetri
informasi.
1.3.2. Untuk mengetahui deskripsi mengenai
teori asimetri informasi.
1.3.3. Untuk mengetahui deskripsi mengenai
biaya informasi terhadap
asimetri
informasi.
1.3.4. Umtuk mengetahui pengaruh signalling
terhadap asimetri
Informasi.
1.3.5. Untuk mengetahui jenis-jenis teori
asimetri yang ada.
1.3.6. Untuk memahami studi kasus mengenai
asimetri informasi.
1.4. Manfaat
1.4.1. Dapat mengetahui pengertian asimetri
informasi.
1.4.2. Dapat
mengetahui deskripsi mengenai teori asimetri informasi.
1.4.3. Dapat
mengetahui deskripsi mengenai biaya informasi terhadap asimetri informasi.
1.4.4. Dapat
mengetahui pengaruh signalling terhadap asimertri informasi.
1.4.5. Dapat
mengetahui jenis-jenis teori asimetri yang ada.
1.4.6. Dapat
memahami studi kasus mengenai asimetri informasi.
BAB II
TEORI ASIMETRI INFORMASI
2.1.
Pengertian Teori Asimetri
Informasi
Dalam hubungan
keagenan terjadi pemisahan kepentingan antara investor/ pemilik perusahaan
(principal) dan pengelola perusahaan (agent) . Dengan pemisahan ini, investor
memiliki kepentingan laba yang maksimal (berupa capital gain dan deviden) dan agen memiliki kepentingan memaksimalkan
pertumbuhan perusahaan. Investor memberikan kewenangan secara penuh kepada pengelola
(agent) untuk mengurus jalannya perusahaan, seperti mengelola dana dan
mengambil kebijakan perusahaan lainnya untuk dan atas nama investor/ pemilik
perusahaan (principal). Dengan kewenangan yang dimiliki agen ini, mungkin saja
agen tidak bertindak seperti yang diharapkan investor karena adanya perbedaan
kepentingan (conflict of interest) antara principal dan agent.
Teori keagenan
memiliki asumsi bahwa investor (baca; pemilik perusahaan) dan agen (baca:
pengelola/ manajer) cenderung berusaha untuk memaksimumkan kesejahteraan
masing-masing sehingga ada kemungkinan jika pengelola tidak bertindak pada
kepentingan investor (Jensen dan Meckling, 1976: 5).
Asimetri
Informasi (information asymmetry) merupakan perbedaan kondisi informasi yang
ditcrima oleh investor dan manajer. Seorang investor yang berpengalaman akan
melakukan investasi di pasar dan selalu mencari informasi mengenai saham
terlebih dahulu sebelum melakukan investasi. Sementara investor yang baru
mengenal dunia investasi akan memutuskan investasi meskipun dengan bermodalkan
informasi yang sangat minim di pasar.
Investor yang
pintar akan melakukan diskusi dengan analis untuk mendapatkan gambaran
perusahaan secara lengkap schingga melakukan investasi dengan tepat dan
mendapatkan kapital gain di masa mendatang.
Informasi yang
lengkap tentang kondisi perusahaan tentunya dimiliki oieh para agen (pengelola)
perusahaan seperti jajaran direksi dan manager perusahaan. informasi ini tidak
mungkin bisa keluar ke publik begitu saja karena agen tersebut harus memenuhi
regulasi yang ada dalam menyampaikan informasi ke publik. Informasi tersebut
selalu ditahan perusahaan dan menginformasikannya di waktu yang tepat.
Disebutkan Myres dan Mai juf (1984:195), bisa saja pihak perusahaan
menyampaikan informasi tentang perusahaannya, namun tidak secara detail.
Masalah asimetri
informasi ini merupakan topik yang sangat penting untuk dibahas, terutama
terkait dengan masalah perdagangan saham internasional, di mana dimungkinkan
investor domestik lebih memiliki informasi yang lebih valid dan lengkap
dibandingkan investor asing. Sehingga menimbulkan keengganan investor asing
untuk menaruh dananya dalam sekuritas asing (FCang dan Stulz (1997), Brennan
dan Cao (1997), dan Grinblatt dan KLeloharju (2001) dalam Chan, et.al.,
2008:159).
Sesuai dengan
uraian di atas, maka kami pan dang perlu untuk membahas masalah asimetri
informasi beserta hal-hal yang berkaitan dengan tema tersebut, di antaranya
adalah masalah keagenan, sikap oportunis, kebijakan deviden, dll (faktor yang mempengaruhi
keputusan investasi). Atau asimetri informasi dan dampaknya pada
kebijakan-kebijakan yang terjadi di dalam sebuah perusahaan serta solusinya
yang ditawarkan oleh beberapa pakar keuangan.
Asimetri informasi adalah suatu keadaan dimana agen (agent)
mempunyai informasi yang lebih banyak tentang kondisi perusahaan dan prospek
(perusahaan) dimasa yang akan datang dibandingkan dengan investor (pemilik
perusahaan), Kondisi perbedaan informasi ini memberikan kesempatan kepada agen
(yang mengusai informasi) untuk memanipulasi pelaporan
keuangan sebagai usaha
untuk memaksimalkan
kemakmurannya (Amaliah, T.H. : 8).
Manajer selaku
agen mengetahui informasi internal perusahaan dan seharusnya informasi ini juga
sampai pada investor sebagai pemilik perusahaan. sehingga manajer memberikan
informasi (seluruh kondisi perusahaan; untung dan rugi) kepada pemilik tanpa
ada yang disembunyikan. Namun pada faktanya, Informasi yang disampaikan oieh
manajer terkadang tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya karena
manajer cenderung untuk melaporkan sesuatu yang memaksimalkan utilitasnya
(kemakmurannya). Keadaan yang seperti ini dikenal dengan asimctri informasi
yang dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan praktik
manajemen laba (earning management). Asimctri informasi yang terjadi antara
manajemen (agent) dengan pemilik (principal) memberikan kesempatan kepada
manajer untuk bertindak oportunis, yaitu demi memperoleh kcuntungan pribadi.
Asimetri informasi inilah yang kemudian menjadi pemicu munculnya praktik
manajemen laba di perusahaan.
Contoh situasi dimana penjual memiliki
informasi lebih baik ada banyak, termasuk di dalamnya penjual mobil bekas,
pialang saham, agen real estate, dan asuransi jiwa.
2.2. Teori
Asimetri Informasi
Asimetri
informasi merupakan kondisi
di mana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen
sebagai penyedia informasi (prepaper) dengan pihak
pemegang saham dan stakeholder pada umumnya sebagai pengguna informasi (user).
Teori asimetri
mengatakan bahwa pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai
informasi yang sama mengenai prospek dan resiko perusahaan. Pihak tertentu
mempunyai informasi yang lebih baik dibandingkan dengan pihak lainnya. Manajer
biasanya mempunyai informasi yang lebih baik dibandingkan dengan pihak luar
(investor) karena itu bisa dikatakan terjadi asimetri informasi antara manajer
dengan infestor. Infestor, yang merasa mempunyai informasi yang lebih sedikit
akan berusha menginterpretasikan perilaku manajer. Dengan kata lain, perilaku
manajer termasuk dalam perilaku penentuan struktur modal.
Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat
memicu untuk melakukan tindakan-tindakan yang
sesuai dengan
keinginan dan kepentingan
untuk memaksimumkan utility bagi
dirinya. Sedangkan bagi pemilik modal dalam hal ini investor, akan sulit untuk
mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya
memiliki sedikit informasi yang ada.
Manajer sebagai pengelola perusahaan
lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang
akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai
pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan
kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan
informasi akuntansi seperti laporan keuangan.
2.2.1. Manajemen Laba
Schipper (1989)
mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu
terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh
beberapa keuntungan pribadi. Fischer dan Rosenzweig (1995) mendefinisikan
manajemen laba sebagai tindakan seorang manajer dengan menyajikan laporan yang
menaikan (menurunkan) laba periode berjalan dari unit usaha yang menjadi
tanggungjawabnya, tanpa menimbulkan kenaikan (penurunan) profitabilitas ekonomi
unit tersebut dalam jangka panjang. Sedangkan menurut Healy dan Wahlen (1999),
manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan (judgment) dalam
pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan,
dengan tujuan untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada beberapa
stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil
perjanjian (kontrak) yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang
dilaporkan.
Healy dan Wahlen
(1999), menyatakan bahwa definisi manajemen laba mengandung beberapa aspek.
Pertama intervensi manajemen laba terhadap pelaporan keuangan dapat dilakukan
dengan penggunaan judgment, misalnya judgment yang dibutuhkan dalam
mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi di masa depan untuk ditunjukan dalam
laporan keuangan, seperti perkiraan umur ekonomis dan nilai residu aktiva
tetap, tanggungjawab untuk pensiun, pajak yang ditangguhkan, kerugian piutang
dan penurunan nilai asset. Disamping itu manajer memiliki pilihan untuk metode
akuntansi, seperti metode penyusutan dan metode biaya. Kedua, tujuan manajemen
laba untuk menyesatkan stakeholders mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Hal
ini muncul ketika manajemen memiliki akses terhadap informasi yang tidak dapat
diakses oleh pihak luar.
Ada berbagai
motivasi yang mendorong dilakukannya manajemen laba. Teori akuntansi positif
(Positif Accounting Theory) mengusulkan tiga hipotesis motivasi manajemen laba,
yaitu: (1) hipotesis program bonus (the bonus plan hypotesis), (2) hipotesis
perjanjian hutang (the debt covenant hypotesis), dan (3) hipotesis biaya
politik (the political cost hypotesis) (Watts dan Zimmerman, 1986).
Motivasikontrakmunculkarenaperjanjian
antara manajer dan pemilik perusahaan berbasis pada kompensasi manajerial dan
perjanjian hutang (debt covenant). Semakin tinggi rasio hutang/ekuitas suatu
perusahaan, yang ekuivalen dengan semakin dekatnya (yaitu semakin ketat)
perusahaan terhadap kendala-kendala dalam perjanjian hutang dan semakin besar
probabilitas pelanggaran perjanjian, semakin mungkin manajer untuk menggunakan
metode-metode akuntansi yang meningkatkan income (Belkaoui, 2000).
Motivasi bonus
merupakan dorongan manajer perusahaan dalam melaporkan laba yang diperolehnya
untuk memperoleh bonus yang dihitung atas dasar laba tersebut. Manajer
perusahaan dengan rencana bonus lebih mungkin menggunakan metodemetode
akuntansi yang meningkatkan income yang dilaporkan pada periode berjalan.
Alasanya adalah tindakan seperti itu mungkin akan meningkatkan persentase nilai
bonus jika tidak ada penyesuaian untuk metode yang dipilih (Belkaoui, 2000).
Penelitian Healy (1985) menggunakan pendekatan program bonus manajemen, yaitu
bahwa manajer akan memperoleh bonus secara positif ketika laba berada di antara
batas bawah (bogey) dan batas atas (cap). Ketika laba berada di bawah bogey
manajer tidak mendapatkan bonus, dan ketika laba berada diatas cap manajer
hanya mendapatkan bonus tetap.
Motivasi regulasi politik merupakan
motivasi manajemen dalam mensiasati berbagai regulasi pemerintah. Perusahaan
yang terbukti menjalankan praktik pelanggaran terhadap regulasi anti trust dan
anti monopoli, manajernya melakukan manipulasi laba dengan menurunkan laba yang
dilaporkan (Cahan, 1992; Jogiyanto dan Ainun, 1998). Perusahaan juga melakukan
manajemen laba untuk menurunkan laba dengan tujuan untuk mempengaruhi keputusan
pengadilan terhadap perusahaan yang mengalami damage award (Hall dan
Stammerjohan, 1997). Selain itu Income taxation juga merupakan motivasi dalam
manajemen laba (Lilis, 2001). Pemilihan metode akuntansi dalam pelaporan laba
akan memberikan hasil yang berbeda terhadap laba yang dipakai sebagai dasar
perhitungan pajak.
2.2.2. Asimetri Informasi Dan Konflik Keagenan
Artikel Akerlof
(1970) adalah salah satu artikel pertama yang menginvestigasi asimetri ekonomi,
Asumsi asimetri infomasi ini mendasari karya- karya terbaru seperti biaya
agensi, signaling, adverse selection, dll (Myers dan Majluf, 1984: 196).
Dalam analisis
Noe.T.H. dan Rebello, M.J., (1996), dinyatakan bahwa perusahaan mulanya
dimiliki oleh pemegang saham dan kemudian dikelola oleh manajer -yang diberi
wewenang untuk mengambil kebijakan layaknya pemilik perusahaan dalam hal
mencari dana untuk peluang investasi-. Manajer memiliki kelebihan berupa
keterampilan yang unik sehingga mampu
meningkatkan upah sewa mereka. Dengan demikian, timbul upaya peluang bagi
manajer untuk mengambil berbagai peluang terkait dengan informasi perusahaan
untuk meningkatkan nilai sewa-nya tersebut (noe dan Rebello, 1996: 638),
Dalam hal
informasi, pemegang saham dan manajer memiliki informasi masingmasing tentang
prospek perusahaan. Sebagai orang yang memiliki peluang atas nilai sewa, bisa
saja manajer menyembunyikan sebagian informasi (memiliki informasi yang lebih
banyak) atas pihak pemegang saham sehingga di pasar modal menimbulkan masalah
adverse selection (Noe dan Rebello, 1996: 638). Adverse selection senddiri
dapat diartikan sebagai salah memilih, hal ini merupakan bentuk kegagalan pasar
yang terjadi akibat informasi yang asimetris.
Adapun solusi untuk masalah adverse
selection dalam keagcnan dapat disimpulkan oleh Noe dan Rcbello (1996) hanya
dcngan penyamaan pcrsepsi; misalnya, pengendalian pembayaran dividen kepada
pemegang saham pcrusahaan. Oportunisme manajerial dapat dikurangi dengan
meningkatkan pembayaran dividen (Noe dan Rebello, 1996: 638).
2.2.3. Asimetri Informasi Dan Manajemen Laba
Schift dan Lewin
(1970) dalam Hartono dan Riyanto (1997), menyatakan bahwa agent berada posisi
yang mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja
dan perusahaan secara keseluruhan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi
bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri,
maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk
menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Sehingga
dalam kondisi semacam ini principal seringkali pada posisi yang tidak
diuntungkan.
Dalam penyajian informasi akuntansi,
khususnya penyusunan laporan keuangan, agent juga memiliki informasi yang
asimetri sehingga dapat lebih fleksibel mempengaruhi pelaporan keuangan untuk
memaksimalkan kepentingannya. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan
informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai laporan
keuangan dalam pengambilan keputusan ekonomi (IAI, 2002). Namun karena adanya
kondisi yang asimetri, maka agent dapat mempengaruhi angkaangka akuntansi yang
disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba.
2.2.4. Asimetri Informasi Dan Oportunisme
Sebagaimana
disebutkan di atas, bahwa masing-masing pihak (investor dan manager) memiliki
informasi yang berbeda mengenai kinerja perusahaan sehingga menimbulkan adverse
selection.
Menurut Neo dan
Rebello (1996: 644) biaya adverse selection memaksa perusahaan mengambil
kebijakan berupa ketergantungan pad a pembiayaan utang luar. Perusahaan dapat
mengurangi ketergantungan nya pada pembiayaan utang luar dengan mengurangi
pembayaran dividen atau meningkatkan ketergantungannya pada pembiayaan ekuitas/
modal. Hal ini terjadi sebagai efek dari pembatasan oportunisme manajerial yang
mengendalikan biaya adverse selection.
Terdapat efek
oportunisme dari masing-masing pihak, baik manajerial maupun investor terkait
dengan antisipasi terjadinya adverse selection menurut Neo dan Rebello (! 996:
651), yaitu:
1) Implikasi
Pengendalian Investor
a) Pemilik
saham akan menerima konsesi sewa manajer yang disebabkan oleh pembiayaan saja,
jika biaya adverse selection tinggi. Dengan demikian, tingginya pembiayaan
utang menyampaikan informasi kurang menguntungkan sedangkan meningkatnya
pembiayaan ekuitas menyampaikan informasi yang menguntungkan,
b) Pemegang
Saham akan mengurangi pembayaran dividen saja, jika mereka dipaksa untuk
melakukannya karena biaya adverse selection tinggi. Dengan demikian, mengurangi
pembayaran dividen merupakan sinyal informasi yang menguntungkan.
c) Perusahaan
yang dikendalikan pemegang saham kekurangan sumber dana internal tidak dapat
menjadi sinyal infonnasi murah yg baik dengan memangkas pembayaran dividen.
Oleh itu, mereka akan dipaksa untuk lebih mengandalkan pada pembiayaan ekuitas.
2) Implikasi
Pengendalian Manajer
a) Manajer
akan mentolerir dividen yang lebih tinggi dan peningkatan petugas di konsesi
sewa saja ketika mereka menghadapi biaya adverse selection tinggi. Dengan
demikian, pembayaran dividen yang iebih tinggi menyampaikan informasi yang lebih
menguntungkan.
b) Manajer
akan menerima konsesi sewa kepada pemegang saham atas pembiayaan utang saja
jika mereka dipaksa untuk melakukannya karena biaya adverse selection. Jadi,
sinyal pembiayaan utang merupakan informasi yang menguntungkan.
c) Perusahaan
yang dikendalikan manajer kekurangan sumber dana tidak dapat menjadi sinyal
informasi murah dengan meningkatkan pembayaran dividen. Dengan demikian, mereka
akan dipaksa untuk mengandalkan lebih banyak pada pembiayaan utang.
3) Implikasi
Umum
a) Peningkatan
asimetri informasi mempengaruhi peningkatan distorsi kebijakan keuangan oleh
perusahaan-perusahaan dengan informasi yang menguntungkan. Dengan demikian,
ketika asimetri informasi besar, dispersi cross-sectional iebih besar dalam
kebijakan pembiayaan harus diamati.
b) Karena
underpricing adalah sinyal terakhir, underpricing akan terjadi hanya ketika
asimetri informasi besar.
2.3.
Biaya Informasi
Biaya informasi
akan timbul pada saat pihak manajer memiliki informasi yang lebih banyak
dibandingkan investor. Pihak manajer perusahaan tidak dapat menyampaikan
informasi dengan mengatakan: "mangenai perusahaan ini kami memiliki
prospek besar, namun kami tidak bisa menyampaikannya secara detail kepada anda
",
Ungkapan manajer yang demikian ini
mengandung nilai (biaya) besar bagi para investor ataupun calon investor. Dalam
kondisi seperti ini, berarti manajer perusahaan memiliki inscntif atas
informasi yang dimiliki. Biaya informasi akan diperlukan sebagaimana para
investor luar ingin mengetahui kondisi pesaingnya. Dan nantinya, perusahaan
harus menyiapkan verifikasi yang cukup detail untuk menunjukkan keadaan yang
sebenarnya. (Myers dan Majluf, 1982:195)
2.4.
Signalling
Myers dan Majluf
(1984: 208) menunjukkan bahwa tinggi rendahnya tingkat hutang perusahaan
merupakan sinyal atas nilai perusahaan. Di mana rendahnya tingkat hutang,
memberikan arti tingkat investasi yang rendah. Sehingga peran kurangnya
investasi (underinvestment) sebagai sinyat kualitas perusahaan.
Analisis yang
dilakukan Noe dan Rebello (1996: 651) menyatakan bahwa prilaku investasi
sebagai sinyal dapat dimanipulasi. Jika nilai perusahaan turun karena kurangnya
investasi yang cukup tinggi, hal ini (kurangnya investasi) dapat mcndominasi
altematif kebijakan keuangan seperti mengurangi pembayaran dividen, pembiayaan
ekuitas, dan underpricing, sebagai sinyal kualitas perusahaan. Dari argumen ini
jeJas bahwa kegunaan kurangnya investasi sebagai sinyal bergantung pada biaya
marjinal yang menyimpang dari kebijakan investasi terbaik. Ketika biaya
marjinal tinggi, perusahaan akan lebih memilih untuk memanfaatkan kebijakan
keuangan sebagai sinyal informasi.
Asimetri
Informasi Dalam Pasar Modal Internasional
Sebagaimana diungkapkan
di atas, bahwa masalah asimetri informasi juga terjadi di dunia pasar modal
internasional, di mana investor asing selalu memiliki informasi yang cenderung
dirugikan dibandingkan investor domestik, Untuk mengantisipasi hal ini, yang
dilakukan investor asing (kebanyakan) membeli saham dari perusahaanperusahaan
besar yang mengungkapkan keuangan yang lebih besar. Dalam hal ini mereka
bersedia membayar dengan harga yang tinggi (Chan, et.al., 2008:160).
Seperti pasar modal di China dan negara
berkembang lainnya, investor asing merasa sulit untuk memperoleh dan mengakses
informasi tentang perusahaan-perusahaan di China. Bahkan asimetri informasi di
China lebih parah karena hak perlindungan investor tidak diatur seeara hukum
(Chakravarty, Sarkar, dan Wu (1998)). (Chan, et.ai., 2008:160)
2.4.1. Asimetri Informasi Dan Kebijakan Investasi Dan Deviden
Perusahaan
memiliki satu aset yang ada dan satu peluang investasi. investasi dapat
dibiayai dengan cara menerbitkan saham, penarikan kas perusahaan, atau menjual
surat berharga. Jumlah total kas dan surat berharga ini disebut sebagai
financial slack (Myers dan Majluf, 1982:190)
Perusahaan dapat
membangun financial slack dengan membatasi dividen ketika membutuhkan
investasi. Uang tunai yang disimpan diadakan sebagai efek atau pinjaman
eadangan. Cara lain untuk membangun slack adalah dengan menerbitkan saham di
suatu periode ketika manajer menginformasikan laba perusahaan kecil (Myers dan
Majluf, 1982: 220).
Keputusan
investasi, pembiayaan atau deviden yang optimal dalam perusahaan (sebagaimana
dirangkum dalam artikel Fama dan Miller berdasarkan karya Miller dan
Modigliani) mengasumsikan bahwa investor dan manajer memiliki infonnasi yang
sama dalam hal laba perusahaan dan kesempatan masa yang akan datang (Miller dan
Rock, 1985: 1031).
Selanjutnya
Miller dan Rock (1985) mengembangkan suatu model mengenai hubungan antara
asimetri informasi dengan tingkat laba sekarang (current earning) dan tingkat
investasi perusahaan (level of invesment), yang menurutnya, karena earnings
diasumsikan berkorelasi dari waktu ke waktu, investor luar bisa memprediksi
earnings masa mendatang bila laba sekarang sudah diketahui (Miller dan Rock,
1985: 1031).
Dalam literatur
manajemen keuangan, dua teori yang sering digunakan untuk menjclaskan fenomena
mengapa perusahaan membagikan dividcn, yaitu pecking order dan signaling
theory. Dua teori tersebut digunakan sebagai kerangka teori yang berkaitan
asimetri informasi dengan kebijakan dividen. Pecking order theory merupakan
salah satu teori yang mendasari pembiayaan perusahaan.
Myers (1984:
581) berpendapat bahwa keputusan pendanaan berdasarkan pecking order theoiy
mengikuti urutan pendanaan sebagai berikut: 1) lebih baik dana internal
dibandingkan eksternal, 2) bila menggunakan dana ekstemal pilih surat berharga
bebas risiko, 3) kebijakan dividcn bersifat konstan (sticky)^ 4) jika
diperlukan banyak dana eksternal maka memilih urutan surat berharga dari risk
free debt, risky debt, covertible security, saham preferen, common stock,
Senada dengan
Neo dan Rebello (1996: 646) bahwa pembiayaan perusahaanperusahaan dalam kontrol
investor: pertama kali akan menggunakan dana internal, lalu menggunakan
pembiayaan ekuitas, dan akhirnya menjual kiaim under priced,
Menekan Biaya
Asimetri Informasi
Telah disinggung
di atas bahwa setiap individu senantiasa memiliki kepentingan dalam aktivitas
ekonominya sehingga dapat dipastikan kepentingan satu individu bisa
bertentangan dengan kepentingan individu yang lain. Untuk mengurangi dan bahkan
menghilangkan benturan kepentingan antar individu (secara kliusus; investor dan
agen) yang bersifat oportunis yaitu dengan pendekatan sistem Islam dan
pengelolaan organisasi.
Pertama untuk
meneyelesaikan masalah asimetri informasi adalah pembenahan mental para peiaku
ekonomi dan secara khusus para pelaku keuangan. Mengingat masalah asimetri
informasi dapat terjadi di berbagai aspek keliidupan manusia, seperti ekonomi,
politik, hukum dan aspek lain yang berhubungan dengan muamalah, maka setiap
individu harus diberikan motivasi tentang pentingnya kejujuran dan bersikap
amanat sebagaimana Islam telah mengajarkannya. Dengan sikap jujur dan amanat
akan tercipta lingkungan yang penuh dengan transparansi dan tanggungjawab
sebagaimana yang disepakati dalam kontrak antara dua belah pihak. Firman Allah
menyebutkan: "Hai orang- orang yang beriman, penuhilah akad-akad
(kesepakatan kontrak) itu.." (QS.A1- Maidah[5j: 1), dan firmanNya:
"Dan jika kamu khawatir akan pengkhianatan dari suatu gohngan, maka
kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan
cam yang jujur.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat"
(QS.A1-Anfal[8]: 58).
Solusi
selanjutnya (terlepas dari doktrin agama) yang dapat digunakan untuk memonitor
masalah kontrak dan membatasi pcrilaku opportunistic manajemen adalah corporate
governance. Prinsip-prinsip pokok corporate governance yang perlu dipcrhatikan
untuk terselenggaranya praktik good corporate governance yaitu transparansi
(transparency), akuntabilitas {accountability), kewajaran (fairness), dan responsibilitas
(responsibility), independensi (independency). Corporate governance diharapkan
dapat meminimalkan tindakan manajemen laba. Dengan memperlakukan good corporate
governance berarti sama halnya dengan menekan biaya asimetri informasi.
2.4.2. Myers Dan Majluf (1977)
Teori Packing
Order sangat sesuai dengan kenyataan empiris tetapi teori tersebut pada awalnya
kurang dibicarakan dalam lingkungan akademis. Myers dan Majluf (1977)kemudian
memberikan justifikasi teoritis. Mereka membua asimetri informasi antara
manajer dengan pihak luar. Tujuannya untuk menjelaskan fenomena menarik yang
sering kali dijumpai yaitu harga saham cenderung mengalami penurunan pada saat
pengumuman penerbitan saham baru.
Menurut Myers
dan Majluf (1977) ada asimetri informasi antara manajer dengan pihak
luar manajer mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan
dibandingkan dengan pihak luar. Pada saat harga saham menunjukan nilai yang
sangat tinggi (over value) manajer akan cenderung mengeluarkan saham
(memanfaatkan harga yang terlalu tinggi). Tentunya pihak luar (pasar) tidak mau
ditipu, karena itu pada saat pengumuman saham baru di umumkan harga akan jatuh
karena pasar menginterpretasikan harga saham sudah over value. Teori
tersebut bisa menjelaskan fenomena jatuhnya harga saham pada saat terjadi
pengumuman penerbitan saham baru.
Jika harga saham
jatuh cukup serius pemegang saham lama akan dirugikan jika dilakukan penerbitan
saham baru. Sebaliknya pemegang saham baru akan diuntungkan karena bisa membeli
saham dengan harga murah. Karena jatuhnya harga saham tersebut berkaitan dengan
asimetri informasi maka dikatakan bahwa ada biaya asimetri informasi yang
berkaitan dengan penerbitan saham. Biaya tersebut akan semakin besar jika harga
saham jatuh cukup signifikan.
Dibandingkan
dengna saham, pengumuman penerbitan utang menurut pengamatan biasanya disertai
dengan penurunan harga saham yang lebih kecil. Dilihat dari asimetri informasi
sekuritas utang mempunyai asimetri informasi yang lebih kecil dibandingkan
dengan saham. Utang mempunyai pendapatan yang bersifat tetap (bunga utang),
karena itu ketidakpastian pendapatan utang lebih kecil dibandingikan dengan
ketidapastian saham. Asimetri informasi dari utang tidak sebesar asimetri untuk
saham. Dengan kata lain biaya asimetri utang lebih kecil dibandingkan dengan
biaya asimetri saham.
Karena biaya
asimetri saham cenderung paling besar, manajer akan enggan untuk menerbitkan
saham. Saham menjadi alternatif paling akhir dalam upaya mencari dana. Dana
internal praktis bebas dari biaya asimetri informasi, karena itu dana internal
akan dipilih pertama kali jika perusahaan mebutuhkan dana. Jika kebutuhan dana
masih ada, maka perusahaan akan menerbitkan utang. Jika kebutuhan dana masih
ada, maka langkah terakhir adalah penerbitan saham.
Teori asimetri
tersebut bisa digunakan untuk menjelaskan teori packing order (perusahaan
memilih dana internal, dan menggunakan penerbitan sebagai langkah terakhir).
Dalam konteks asimetri informasi, penerbitan saham yang paling kecil (urutan
paling rendah), disebabkan biaya asimetri saham adalah yang paling besar. Utang
mempunyai asimetri yang lebih rendah dibandingkan saham. Dana internal bebas
dari biaya asimetri, oleh karena itu dana internal mempinyai asimetri paling
kecil. Karenanya, urut-urutan preferensi penggunaan berdasarkan asimetri biaya
adalah :
1. Dana
Internal
2. Utang
3. Penerbitan
Oleh karena itu
model asimetri informasi bisa dipakai menjelaskan stuktur modal. Tetapi dengan
adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konflik yang terjadi antara
principal dan agent untuk saling mencoba memanfatkan pihak lain untuk
kepentingan sendiri. Eisenhardt (1989) mengemukakan tiga asumsi sifat dasar
manusia yaitu:
1. manusia
pada umunya mementingkan diri sendiri (self interest),
2. manusia
memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded
rationality)
3. manusia
selalu menghindari resiko (risk adverse).
Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia
tersebut menyebabkan bahwa informasi yang dihasilkan manusia untuk manusia lain
selalu dipertanyakan reliabilitasnya dan dapat dipercaya tidaknya informasi
yang disampaikan.
2.5. Jenis
Asimetri Informasi
Menurut Scott (2000), ada dua Jenis
asimetri informasi:
2.5.1.
Adverse
Selection
Adverse
selection adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih yang
melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha, atau transaksi
usaha potensial memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Adverse
selection terjadi karena beberapa orang seperti manajer perusahaan dan para
pihak dalam (insiders) lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek ke
depan suatu perusahaan daripada para investor luar.
Para manajer serta orang-orang dalam
lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan
dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi
keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan
informasinya kepada pemegang saham.
2.5.2.
Moral
Hazard
Moral hazard
adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak yang melangsungkan atau
akan melangsungkan suatu transaksi usaha atau transaksi usaha potensial dapat
mengamati tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian transaksitransaksi mereka
sedangkan pihak-pihak lainnya tidak. Moral hazard dapat terjadi karena adanya
pemisahan pemilikan dengan pengendalian yang merupakan karakteristik kebanyakan
perusahaan besar.
Kegiatan yang
dilakukan oleh manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun
pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan
pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma
mungkin tidak layak dilakukan.
Masalah agensi
telah menarik perhatian yang sangat besar dari para peneliti di bidang
akuntansi keuangan (Fuad, 2005). Masalah agensi timbul karena adanya konflik
kepentingan antara shareholder dan manajer, karena tidak bertemunya utilitas
yang maksimal antara mereka. Sebagai agent, manajer secara moral bertanggung
jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun disisi
yang lain manajer juga mempunyai kepentingan memaksimumkan kesejahteraan
mereka. Sehingga ada kemungkinan besar agent tidak selalu bertindak demi
kepentingan terbaik principal (Jensen dan Meckling, 1976).
Manajer sebagai
pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek
perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh
karena itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai
kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan
melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Akan tetapi
informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi
perusahaan sebenarnya. Kondisi ini dikenal sebagai informasi yang tidak
simetris atau asimetri informasi (information asymetric). Asimetri informasi
terjadi karena manajer lebih superior dalam menguasai informasi dibanding pihak
lain (pemilik atau pemegang saham).
Asimetri antara
manajemen (agent) dengan pemilik (principal) memberikan kesempatan kepada
manajer untuk bertindak oportunis, yaitu memperoleh keuntungan pribadi. Dalam
hal pelaporan keuangan, manajer dapat melakukan manajemen laba (earnings
management) untuk menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi
perusahaan.
Tindakan earnings
management telah memunculkan
dalam beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang secara luas diketahui,
antara lain Enron, Merck, WorldCom dan mayoritas perusahaan lain di Amerika
Serikat (Cornett et al, 2006). Dalam kasus Enron misalnya, Satu dampak yang
sangat jelas yaitu kerugian yang ditanggung para investor dari ambruknya nilai
saham yang sangat dramatis dari harga per saham US$ 30 menjadi hanya US$ 10
dalam waktu dua minggu. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa suatu
perusahaan kelas dunia dapat mengalami hal yang sangat tragis dengan
mendeklarasikan bangkrut justru setelah hasil audit keuangan perusahaannya
dinyatakan “wajar tanpa syarat” (Alijoyo, 2003). Beberapa kasus yang terjadi di
Indonesia, seperti PT. Lippo Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk juga melibatkan
pelaporan keuangan (financial reporting) yang berawal dari terdeteksi adanya
manipulasi (Gideon, 2005).
Makalah ini berupaya memberikan paparan
tentang topik tersebut dengan mengawalinya melalui pembahasan tentang teori
agensi. Pembahasan selanjutnya mengenai hubungan asimetri informasi terhadap
manajemen laba dan diakhiri dengan corporate governance sebagai upaya untuk
meminimalkan masalah keagenan.
2.6.1. Teori Keagenan
Teori keagenan
dapat dipandang sebagai suatu versi dari game theory (Mursalim, 2005), yang
membuat suatu model kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak), dimana
salah satu pihak disebut agent dan pihak yang lain disebut principal. Principal
mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agent, hal ini
dapat pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu amanah kepada agent untuk
melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati.
Wewenang dan tanggungjawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja
atas persetujuan bersama.
Scott (2000)
menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak kontrak, misalnya kontrak kerja
antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan
dengan krediturnya. Kontrak kerja yang dimaksud dalam penulisan makalah ini
adalah kontrak kerja antara pemilik modal dengan manajer perusahaan. Dimana
antara agent dan principal ingin memaksimumkan utility masing-masing dengan
informasi yang dimiliki.
Tetapi di satu sisi, agent memiliki
informasi yang lebih banyak (full information) dibanding dengan principal di
sisi lain, sehingga menimbulkan adanya asimetry information. Informasi yang
lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan
sesuai dengan keinginan dan kepentingan untuk memaksimumkan utilitynya.
Sedangkan bagi pemilik modal dalam hal ini investor, akan sulit untuk
mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya
memiliki sedikit informasi yang ada. Oleh karena itu, terkadang
kebijakan-kebijakan tertentu yang dilakukan oleh manajemen perusahaan tanpa
sepengetahuan pihak pemilik modal atau investor.
2.6.2. Asimetri Informasi
Manajer sebagai
pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek
perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh
karena itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai
kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan
melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan.
Laporan keuangan
dimaksudkan untuk digunakan oleh berbagai pihak, termasuk manajemen perusahaan
itu sendiri.
Namun yang
paling berkepentingan dengan laporan keuangan sebenarnya adalah para pengguna
eksternal (diluar manajemen). Laporan keuangan tersebut penting bagi para
pengguna eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi
yang paling besar ketidakpastiannya (Ali, 2002). Para pengguna internal (para
manajemen) memiliki kontak langsung dengan entitas atau perusahannya dan
mengetahui peristiwa-peristiwa signifikan yang terjadi, sehingga tingkat
ketergantungannya terhadap informasi akuntansi tidak sebesar para pengguna
eksternal.
Situasi ini akan memicu munculnya suatu
kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Yaitu
suatu kondisi di mana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak
manajemen sebagai penyedia informasi (prepaper) dengan pihak pemegang saham dan
stakeholder pada umumnya sebagai pengguna informasi (user).
2.6.3. Kesimpulan
Asimetri
informasi terjadi karena manajer lebih superior dalam menguasai informasi
dibanding pihak lain (pemilik atau pemegang saham). Dengan asumsi bahwa
individuindividu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka
dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk
menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Sehingga
dengan adanya asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal)
memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings
management) dalam rangka memaksimumkan utilitynya.
Salah satu cara
yang di gunakan untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku
opportunistic manajemen adalah corporate governance (Watts, 2003).
Prinsip-prinsip pokok corporate governance yang perlu diperhatikan untuk
terselenggaranya praktik good corporate governance adalah; transparansi
(transparency), akuntabilitas (accountability), keadilan (fairness), dan responsibilitas
(responsibility).
Berkaitan dengan masalah keagenan,
corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan,
diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para
investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka
investasikan. Dengan kata lain corporate governance diarahkan untuk mengurangi
asimetri informasi antara principal dan agent yang pada akhirnya dapat
menurunkan tindakan manajemen laba.
2.7. Studi Kasus : Asimetri informasi dalam
perbankan syariah
Asimetri
informasi menjadi masalah
besar dalam perbankan
syariah. Asimetri informasi merupakan suatu keadaan di mana
manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaanyang tidak dimiliki
oleh pihak luar perusahaan (McDonald, 1994: 23). Masalah ketidak setaraan informasi
menyebabkan dispersi masalah ikutan serius dunia perbankan (Thadden, 2001: 2) dengan
munculnya beragam kasus perbankan syariah. Asimetri informasi dapat
diantisipasidan diminimalkan dengan mengungkapkan informasi yang lebih
berkualitas (Ariccia, 1998:3).
Munculnya kasus-kasus perbankan
disebabkan oleh pengungkapan
informasi yangberkualitas
buruk.Babczuk (2003: 7) menggolongkan tipe asimetri informasi yaitu: 1) Adverse
Selection: adalah asimetri informasi yang
terjadi satu pihak
atau lebih yang
melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha,
atau transaksi usaha potensial memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain.
Adverse selection terjadi karena beberapa orang seperti manajer perusahaandan
para pihak dalam (insiders) lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek
ke depansuatu perusahaan daripada para investor luar; 2)
Moral Hazard: adalah asimetri informasi yang terjadi ketika
satu pihak yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha atau
transaksi usaha potensial dapat
mengamati tindakan-tindakan mereka
dalam penyelesaian transaksi-transaksi mereka sedangkan pihak-pihak
lainnya tidak. Moral hazard dapat terjadi karena adanya pemisahan pemilikan
dengan pengendalian yang merupakan karakteristik kebanyakan perusahaan besar. Contoh
pertama seperti dalam perjanjian akad penyimpanan uang antara bank dengan pemilik
uang, jika dicermati pasal perpasal cenderung mengatur kewajiban nasabah,
sedangkan bank syariah selalu
berdalih akad, sehingga akad selalu menjadi senjata bagi
bank tanpamemperhatikan kewajiban
bank untuk menjelaskan setiap konsekuensi tanda tangan akadmeskipun hal ini
juga terjadi pada bank
konvensional. Contoh kedua yaitu pada produk pembiayaan bank syariah.
Pasal-pasal dalam akad pembiayaan juga mengikat atas konsekuensi.
Asimetri
informasi dalam transaksi perbankan syariah di Indonesia (Slamet Haryono) keuangan
pembiayaan bagi penerima pembiayaan atau “kreditur”. Ditinjau dari substansi keuangan penerima
pembiayaan adalah sama
dengan terminologi kredit
pada bankkonvensional. Akad-akad
seperti juga bank
konvensional cenderung mengamankankeuntungan bagi bank.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Asimetri Informasi
(information asymmetry) merupakan perbedaan kondisi informasi yang ditcrima
oleh investor dan manajer. Seorang investor yang berpengalaman akan melakukan
investasi di pasar dan selalu mencari informasi mengenai saham terlebih dahulu
sebelum melakukan investasi. Sementara investor yang baru mengenal dunia
investasi akan memutuskan investasi meskipun dengan bermodalkan informasi yang
sangat minim di pasar.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Irfan (2002). Pelaporan
Keuangan dan Asimetri Informasi dalam Hubungan Agensi. Lintasan Ekonomi Vol.
XIX. No.2. Juli 2002
Anis Baridwan. (2003).
“Good Corporate Governance: Aturan-aturan dalam
Governing Mechanism”.
Seminar Sehari: Issues Application & Research In Corporate Governance Dalam
Rangka Launching Pusat Studi Corporate Governance FE UTY.
Belkoui dan Ahmed Riahi.
(2000). Accounting theory, 4th Edition, Thomson Learning.
Cahan, S.F. (1992). The
Effect A Antitrust Investigations on Discretionary Accruals A Refined Test of
the Political Cost Hipotesis. The Accounting Review. Vol. 67 No. 1. January,
hal. 77-95.
Cornett M. M, J. Marcuss,
Saunders dan Tehranian H. (2006). Earnings Management, Corporate Governance,
and True Financial Performance. http://papers.ssrn.com/
Eisenhardt, Kathleem. M.
(1989). Agency Theory: An Assesment and Review. Academy of management Review,
14, hal 57-74
F. Antonius Alijoyo. (2003).
Rasio Keuangan dan Praktek Corporate Governance. h t t p : / / w w w . f c g i
. o r . i d . g / r a s i o / keuangan14-08-2002
Fuad. (2005). Simultanitas
Dan “Trade-Off” Pengambilan
Keputusan Finansial Dalam
Mengurangi Konflik Agensi: Peran Dari Corporate
Ownership .Simposium Nasional
Akuntansi VIII, IAI, 2005.
Fisher, Marilyn, dan Kenneth
Rosenzweigh. (1995). Attitudes of Students and accounting Practitioners
Concerning the Ethical Acceptability of Earnings Management. Journal of
Business Ethics, Volume 14, hal. 443-444
Gideon SB Boediono. (2005).
Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate
Governace dan Dampak Manajemen
Laba dengan Menggunakan Analisis
[1] OYONG LISA, Asimetri
Informasi Dan Manajemen Laba: Suatu Tinjauan Dalam Hubungan
Keagenan, Jurnal WIGA Vol. 2 No. 1, Maret 2012 ISSN NO 2088-0944
Download Makalah : MAKALAH TEORI ASIMETRI INFORMASI
Belum ada Komentar untuk "MAKALAH TEORI ASIMETRI INFORMASI"
Posting Komentar