Makalah Kebudayaan Yang Berpengaruh Di Indonesia

KATA PENGANTAR

      Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan.Dalam makalah ini kami membahas “Kebudayaan Yang Berpengaruh Di Indonesia”.
     Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman masalah sejarah yang sangat diperlukan dalam suatu harapan informasi “Kebudayaan Yang Berpengaruh Di Indonesia”
      Dalam proses pendalaman materi sejarah ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 2
A. Kebudayaan Bacson-Hoabinh......................................................... 2
B. Kebudayaan Dongson...................................................................... 4
C. Kebudayaan Sa-Huynh.................................................................... 5
D. Kebudayaan India............................................................................ 7
BAB III PENUTUP.................................................................................... 10
A. Kesimpulan..................................................................................... 10
B. Saran............................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 11

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
         Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

            Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.

           Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual, dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

           Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

            Menurut Selo Soemardjan, dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

             Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

              Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku, dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

B. Rumusan Masalah
               Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Kebudayaan Apa Saja Yang Berpengaruh Di Indonesia?

C. Tujuan 
               Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui Kebudayaan Apa Saja Yang Berpengaruh Di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Kebudayaan Bacson-Hoabinh

            Kebudayaan Bacson-Hoabinh diperkirakan berkembang pada zaman Mesolitikum. Ciri khas kebudayaan Bacson-Hoabinh adalah alat-alat batu yang diserpih pada satu atau dua sisi permukaan batu kali yang berukuran ± 1 kepalan dan seringkali seluruh tepiannya menjadi bagian yang tajam. Hasil penyerpihannya itu berbentuk lonjong, segi empat, segitiga dan beberapa di antaranya ada yang mempunyai bentuk berpinggang.

            Pusat kebudayaan zaman Mesolitikum di Asia berada di dua tempat yaitu di Bacson dan Hoabinh. Kedua tempat tersebut berada di wilayah Tonkin di Indocina (Vietnam). Istilah Bacson Hoabinh pertama kali digunakan oleh arkeolog Prancis yang bernama Madeleine Colani pada tahun 1920-an. Nama tersebut untuk menunjukkan tempat pembuatan alat-alat batu yang khas dengan ciri dipangkas pada satu atau dua sisi permukaannya.
            Kebudayaan Bacson-Hoabinh tersebar dan berhasil ditemukan hampir di seluruh daerah Asia Tenggara, baik darat maupun kepulauan, termasuk wilayah Indonesia.

            Di wilayah Indonesia, alat-alat batu dari kebudayaan Bacson-Hoabinh dapat ditemukan pada daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Papua. Di daerah Sumatera, alat-alat batu sejenis kebudayaan Bacson-Hoabinh ditemukan di Lhokseumawe dan Medan. Benda-benda itu berhasil ditemukan pada bukit-bukit sampah kerang yang berdiameter sampai 100 meter dengan kedalaman 10 meter (Kjokkenmoddinger). Lapisan kerang tersebut diselang-selingi dengan tanah dan abu. Tempat penemuan bukit kerang ini pada daerah dengan ketinggian yang hampir sama dengan permukaan air laut sekarang dan pada kala Holosen daerah tersebut merupakan garis pantai. Namun, ada beberapa tempat penemuan yang pada saat sekarang telah berada di bawah permukaan laut. Tetapi, kebanyakan tempat-tempat penemuan alat-alat dari batu di sepanjang pantai telah terkubur di bawah endapan tanah, sebagai akibat terjadinya proses pengendapan yang berlangsung selama beberapa millennium yang baru.
Banyak peralatan budaya dari batu yang berhasil dikumpulkan oleh para ahli dari bukit sampah kerang di Sumatera. Salah satunya adalah kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Palaeolithikum). Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble atau kapak Sumatera (Sumatralith). Bahan untuk membuat kapak tersebut berasal dari batu kali yang dipecah-pecah. Selain pebble yang ditemukan dalam Kjokkenmoddinger juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan Hache Courte atau kapak pendek. Kapak ini cara penggunaannya dengan menggenggam.


                      Kapak Genggam Sumatera merupakan salah satu peninggalan kebudayaa Bacson-Hoabinh.

           Di daerah Jawa, alat-alat kebudayaan batu sejenis dengan kebudayaan Bacson-Hoabinh berhasil ditemukan di daerah Lembah Sungai Bengawan Solo. Penemuan alat-alat dari batu ini dilakukan ketika penggalian untuk menemukan fosil-fosil (tulang belulang) manusia purba. Peralatan batu yang berhasil ditemukan memiliki usia jauh lebih tua dari peralatan batu yang ditemukan pada bukit-bukit sampah kerang di Sumatera. Hal ini terlihat dari cara pembuatannya. Peralatan batu yang berhasil ditemukan di daerah Lembah Sungai Bengawan Solo (Jawa) dibuat dengan cara sangat sederhana dan belum diserpih atau diasah. Dimana batu kali yang dibelah langsung digunakannya dengan cara menggenggam. Bahkan menurut Von Koenigswald (1935-1941), peralatan dari batu itu digunakan oleh manusia purba di Indonesia sejenis Pithecanthropus erectus. Dan juga berdasarkan penelitiannya, peralatan-peralatan dari batu itu berasal dari daerah Hoabinh.


            Di daerah Cabbenge (Sulawesi Selatan) berhasil ditemukan alat-alat batu yang berasal dari kala Pleistosen dan Holosen. Penggalian dalam upaya untuk menemukan alat- alat dari batu juga dilakukan di daerah pedalaman sekitar Maros. Sehingga dari beberapa tempat penggalian, berhasil menemukan alat-alat dari batu termasuk alat serpih berpunggung dan mikrolit yang dikenal dengan Toalian. Alat-alat batu Toalian diperkirakan berasal dari 7000 tahun lalu. Perkembangan peralatan dari batu dari daerah Maros ini diperkirakan kemunculannya bertumpang tindih dengan munculnya tembikar di kawasan itu.

            Dari pernyatan diatas dapat kita simpulkan bahwa pengaruh kebudayaan Bacson-Hoabinh terhadap perkembangan kebudayaan masyarakat awal kepulauan adalah berkaitan dengan tradisi pembuatan alat terbuat dari batu. Alat batu itu telah dikerjakan dengan teknik penyerpihan menyeluruh pada satu atau dua sisi batu. Hasil penyerpihan menunjukkan adanya keragaman bentuk. Ada yang berbentuk lonjong, segi empat, segi tiga dan beberapa diantaranya ada yang berbentuk berpinggang. Pengaruh budaya Hoabihn di Kepulauan Indonesia sebagian besar terdapat di daerah Sumatra. Hal ini lebih dikarenakan letaknya yang lebih dekat dengan tempat asal budaya ini. Situs-situs Hoabihn di Sumatra secara khusus banyak ditemukan di daerah pedalaman pantai Timur Laut Sumatra, tepatnya sekitar 130 km antara Lhokseumawe dan Medan

B. Kebudayaan Dongson

            Kebudayaan Đông Sơn adalah kebudayaan zaman Perunggu yang berkembang di Lembah Sông Hồng, Vietnam. Di daerah ini ditemukan segala macam alat-alat perunggu, alat-alat dari besi serta kuburan dari masa itu. Kebudayaan ini berkembang di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia dari sekitar 1000 SM sampai 1 SM. Kebudayaan Dongson diambil dari salah satu nama daerah di Tonkin. Sehingga di daerah Tonkin itu kebudayaan perunggu berasal.

            Pembuatan benda-benda perunggu di daerah Vietnam Utara dimulai sekitar tahun 2500 SM dan dihubungkan dengan tahap-tahap budaya Dongson dan Go Mun. Daerah Vietnam memiliki bukti paling awal tentang pembuatan perunggu di Asia Tenggara. Kebudayaan ini dibawa oleh masyarakat dari Dongson. Pengetahuan mengenai perkembangan kebudayaan logam ini mulai banyak dikenal setelah Payot mengadakan penggalian di sebuah kuburan Dongson (Vietnam) pada tahun 1924. Namun perlu diketahui bahwa benda-benda perunggu yang telah ada tahun 500 SM terdiri atas kapak corong (corong merupakan pangkal yang berongga untuk memasukkan tangkai atau pegangannya) dan ujung tombak, sabit bercorong, ujung tombak bertangkai, mata panah dan benda-benda kecil lainnya seperti pisau, kail, gelang dan lain-lain.

            Penemuan benda-benda dari kebudayaan Dong Son sangat penting karena benda-benda logam yang ditemukan di wilayah Indonesia umumnya bercorak Dong Son, dan bukan mendapat pengaruh budaya logam dari India maupun Cina. Budaya perunggu bergaya Dong Son tersebar luas di wilayah Asia Tenggara dan kepulauan Indonesia. Hal ini terlihat dari kesamaan corak hiasan dan bahan-bahan yang dipergunakannya. Misalnya nekara, menunjukkan pengaruh yang sangat kuat. Nekara dari tipe Heger 1 memiliki kesamaan dengan nekara yang paling bagus dan tertua di Vietnam. Satu nekarabesar yang ditemukan berisi 96 mata bajak perunggu bercorang. Dari penemuan itu terdapat alat-alat dari  besi, meskipun jumlahnya sangat sedikit. Dari penemuan benda-benda budaya Dong Son itu, diketahui cara pembuatannya dengan menggunakan teknik cetak lilin hilang yaitu dengan membuat bentuk benda dari lilin, kemudian lilin itu di balut dengan tanah liat dan dibakar hingga terdapat lubang pada tanah liat tersebut.

            Budaya Dong Son sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan budaya perunggu di Indonesia. Bahkan tidak kurang dari 56 nekara yang berhasil ditemukan di beberapa wilayah Indonesia dan sebagian besar ditemukan di Sumatera, Jawa, Maluku Selatan. Salah satu nekara penting yang ditemukan di wilayah Indonesia adalah nekara dari pulau Sangeang dekat Sumbawa yang berisi hiasan gambar orang yang menyerupai pakaian dinasti Han. Hiasan seperti itu diperkirakan belum dikenal oleh penduduk pulau tempat nekara tersebut ditemukan. Heine Goldem meneliti nekara yang ditemukan dan menyatakan bahwa nekara yang ditemukan di daerah Sangeang diperkirakan dicetak di daerah funan yang telah terpengaruh oleh budaya india pada 250 SM. Pengamatan menarik dari Berner Kempres menunjukkan bahwa semua nekara yang ditemukan di Bali memliki 4 patung katak pada bagian pukulnya. Pola-pola hiasan nekara tersebut tidak begitu terpadu antara gambar satu dengan yang lainnya. Selain nekara, di wilayah Indonesia juga ditemukan benda-benda perunggu lainnya seperti patung-patung, peralatan rumah tangga, peralatan bertanimaupun perhiasan-perhiasan.

C.  Kebudayaan Sa-Huynh
 
            Budaya Sa-Huynh di Vietnam bagian selatan didukung oleh suatu kelompok penduduk yang berbahasa Austronesia (Cham) yang diperkirakan berasal dari daerah-daerah di Kepulauan Indonesia. Tampaknya mereka telah mendiami wilayah ini dari daerah semenanjung Malaya atau Kalimantan. Munculnya pemukiman ini dapat dilacak dari keberadaan budaya Sa-Huynh itu sendiri, yang pada 600 SM telah berada pada bentuknya yang mapan.

            Para arkeolog Vietnam berpendapat bahwa hasil-hasil penemuan benda-benda arkeologi diduga menjadi bukti cikal bakal budaya ini. Sebelum adanya budaya Sa-Huynh atau budaya turunannya langsung, daerah Vietnam bagian selatan sepenuhnya didiami oleh bangsa yang berbahasa Austronesia. Orang-orang Cahm pernah mengembangkan peradaban yang dipengaruhi oleh budaya India Champa. Kemudian mereka dikalahkan oleh ekspansi penduduk Vietnam sekarang dan hanya sebagai kelompok minoritan hingga dewasa ini.

            Dari sudut pandang Indonesia, keberadaan orang-orang Cham dekat pusat penemuan benda-benda logam di Vietnam Utara pada akhir masa prasejarah mempunyai arti yang amat penting, karena mereka adalah kelompok masyarakat yang menggunakan bahasa Austronesia dan mempunyai kedekatan kebangsaan dengan masyarakat yang tinggal di Kepulauan Indonesia. Namun hubungan-hubungan yang langsung dengan pusat-pusat pembuatan benda-benda perunggu di daerah Dong Son sangat terbatas. Hal ini terbukti dengan penemuan tujuh buah nekara tipe heger I di daerah selatan Vietnam dari 130 nekara yang berhasil ditemukan hingga menjelang tahun 1990.

            Dengan demikian benda-benda perunggu yang tersebar sampai ke wilayah Indonesia melalui jalur-jalur berikut ini.

1. Melalui jalur darat; yaitu Muangthai dan Malaysia terus ke Kepulauan Indonesia.

2. Melalui jalur laut; yaitu dengan menyeberangi lautan dan terus tersebar di daerah Kepulauan Indonesia.

            Kebudayaan Sa-Huynh yang diketahui hingga saat sekarang kebanyakan berasal dari penemuan kubur tempayan (jenazah dimasukkan ke dalam tempayan besar) dan penguburan ini adalah adat kebiasaan yang mungkin dibawa oleh orang-orang Cham pertama ke Kepulauan Indonesia. Secara umum, penguburan dalam tempayan bukan khas budaya Dong Son atau budaya lain yang sezaman di daratan Asia Tenggara dan diduga merupakan pengaruh yang bersumber dari kebudayaan Cham. Kebudayaan Sa-Huynh ini memiliki banyak kesamaan tempayan kubur yang ditemukan di wilayah Laut Sulawesi. Hal ini diperkuat dengan adanya kemiripan bentuk anting-anting batu bertonjolan (disebut “Lingling O) dan sejenis anting-anting yang khas atau bandul kalung dengan kedua ujungnya berhias kepala hewan (kemungkinan anjing) yang ditemukan pada sejumlah tempat di Muangthai, Vietnam, Palawan, dan Serawak.

            Kebudayaan Sa-Huynh yang berhasil ditemukan meliputi berbagai alat yang bertangkai corong seperti sekop, tembilang, dan kapak. Namun ada pula yang tidak bercorong seperti sabit, pisau bertangkai, kumparan tenun, cincin, dan gelang bentuk spiral. Sementara itu, teknologi pembuatan peralatan-peralatan besi yang diperkenalkan ke daerah Sa-Huynh diperkirakan berasal dari Cina.

            Peralatan dari besi lebih banyak dipakai dalam kebudayaan Sa-Huynh. Dengan demikian, kebudayaan Sa-Huynh diperkirakan berlangsung antara tahun 600 SM sampai dengan tahun Masehi.


D.   Kebudayaan India

                Para ahli berpendapat bahwa hubungan antara India dan Indonesia sudah ada sejak jaman prasejarah. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa suku bangsa di India selatan yang memiliki kesamaan ciri-ciri fisik dengan penduduk Indonesia, misalnya suku bangsa Parawar yang dikenal sebagai penyelam mutiara di teluk Manar serta pengguna perahu bercadik dan suku bangsa Shanar yang menggantungkan kehidupannya dari perkebunan kelapa yang berasal dari Indonesia.

                kebudayaan India diperkirakan mulai berkembang di Indonesia sekitar  abad 4 masehi. Hal ini diperkuat dengan adanya kerajaan yang telah mengalami pengaruh kebudayaan India yaitu kerajaan Kutai. Perkembangan kebudayaan India di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat pada saat itu. Pada saat itu, banyak kerajaan-kerajaan sudah terpengaruh dengan kebudayaan India seperti kerajaan Kutai, Tarumanegara, Holing, dan lain-lain.


                Masuknya kebudayaan India di Indonesia telah mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia. Pengaruh tersebut terlihat dalam bidang


1. Budaya

Pengaruh kebudayaan India dalam kebudayaan Indonesia tampak pada:

• Seni Bangunan

            Akulturasi dalam seni bangunan tampak pada bentuk bangunan candi. Di India, candi merupakan kuil untuk memuja para dewa dengan bentuk stupa. Di Indonesia, candi selain sebagai tempat pemujaan, juga berfungsi sebagai makam raja atau untuk tempat menyimpan abu jenazah sang raja yang telah meninggal

• Seni rupa, dan seni ukir

            Akulturasi dalam bidang seni rupa, dan seni ukir terlihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada bagian dinding candi.

Sebagai contoh: relief yang dipahatkan pada Candi Borobudur

• Seni Hias

            Unsur-unsur India tampak pada hiasan-hiasan yang ada di Indonesia meskipun dapat dikatakan secara keseluruhan hiasan tersebut merupakan hiasan khas Indonesia.

Contoh hiasan : gelang, cincin, manik-manik.

• Aksara/tulisan
            Berdasarkan bukti-bukti tertulis yang terdapat pada prasasti-prasasti(abad 5 M) tampak bahwa bangsa Indonesia telah mengenal huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Huruf Pallawa yang telah di-Indonesiakan dikenal dengan nama huruf Kawi. Sejak prasasti Dinoyo (760 M) maka huruf Kawi ini menjadi huruf yang dipakai di Indonesia dan bahasa Sansekerta tidak dipakai lagi dalam prasasti tetapi yang dipakai bahasa Kawi. Prasasti Dinoyo berhubungan erat dengan Candi Badut yang ada di Malang.

• Kesusastraan

            Setelah kebudayaan tulis seni sastra pun mulai berkembang dengan pesat. Seni sastra berbentuk prosa dan tembang (puisi). Tembang jawa kuno umumnya disebut kakawin. Irama kakawin didasarkan pada irama dari India. Berdasarkan isinya, kesusastraan tersebut terdiri atas kitab keagamaan (tutur/pitutur), kitab hukum, kitab wiracarita (kepahlawanan) serta kitab cerita lainnya yang bertutur mengenai masalah keagamaan atau kesusilaan serta uraian sejarah, seperti Negarakertagama.


            Bentuk wiracarita ternyata sangat terkenal di Indonesia, terutama kisah Ramayana dan Mahabarata. Kisah India itu kemudian digubah oleh para pujangga Indonesia, seperti Baratayudha yang digubah oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh. Berkembangnya karya sastra, terutama yang bersumber dari kisah Mahabarata dan Ramayana, telah melahirkan seni pertunjukan wayang kulit(wayang purwa). Pertunjukkan wayang banyak mengandung nilai yang bersifat mendidik. Cerita dalam pertunjukkan wayang berasal dari India, tetapi wayangnya sendiri asli Indonesia. Bahkan muncul pula tokoh-tokoh pewayangan yang khas Indonesia seperti tokoh punakawan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Tokoh-tokoh ini tidak ditemukan di India.


2. Pemerintahan

            Sebelum kedatangan bangsa India, bangsa Indonesia telah mengenal sistem pemerintahan tetapi masih secara sederhana yaitu semacam pemerintahan di suatu desa atau daerah tertentu dimana rakyat mengangkat seorang pemimpin atau kepala suku. Orang yang dipilih sebagai pemimpin biasanya adalah orang yang senior, arif, berwibawa, dapat membimbing serta memiliki kelebihan tertentu , termasuk dalam bidang ekonomi maupun dalam hal kekuatan gaib atau kesaktian.

            Masuknya pengaruh India menyebabkan muncul sistem pemerintahan yang berbentuk kerajaan, yang diperintah oleh seorang raja secara turun-temurun. Peran raja di Indonesia berbeda dengan di India dimana raja memerintah dengan kekuasaan mutlak untuk menentukan segalanya. Di Indonesia, raja memerintah atas nama desa-desa dan daerah-daerah. Raja bertindak ke luar sebagai wakil rakyat yang mendapat wewenang penuh. Sedangkan ke dalam, raja sebagai lambang nenek moyang yang didewakan.

3. Sosial

            Kehidupan sosial masyarakat di Indonesia mengikuti perkembangan zaman yang ada. Hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia menerima dengan terbuka unsur-unsur yang datang dari luar, tetapi perkembangannya selalu disesuaikan dengan tradisi bangsa Indonesia sendiri.

            Masuknya pengaruh India di Indonesia menyebabkan mulai adanya penerapan hukuman terhadap para pelanggar peraturan atau undang-undang juga diberlakukan. Hukum dan Peraturan menunjukkan bahwa suatu masyarakat itu sudah teratur dan rapi. Kehidupan sosial masyarakat Indonesia juga tampak pada sistem gotong-royong.

            Dalam perkembangannya kehidupan sosial masyarakat Indonesia distratifikasikan berdasarkan kasta dan kedudukan dalam masyarakat (mulai mengenal sistem kasta)

4. Kepercayaan

            Sebelum pengaruh India berkembang di Indonesia, masyarakat telah mengenal dan memiliki kepercayaan, yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang dan benda-benda besar (animisme dan dinamisme).

            Ketika agama dan kebudayaan Hindu-Budha tumbuh dan berkembang, bangsa Indonesia mulai menganut agama Hindu-Budha meskipun unsur kepercayaan asli tetap hidup sehingga kepercayaan agama Hindu-Budha bercampur dengan unsur penyembahan roh nenek moyang. Hal ini tampak pada fungsi candi di Indonesia.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
        Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia.

           Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

B. Saran
       Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada kami.

       Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, Alfa dan lupa.

DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
http://ngurahobelixs.blogspot.co.id/2016/04/kebudayaan-dunia-yang-berpengaruh-di.html
http://dombasehatsahid.blogspot.co.id/2015/01/pra-sejarah-mesolithikum-zaman-batu.html

Belum ada Komentar untuk "Makalah Kebudayaan Yang Berpengaruh Di Indonesia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel